SMP Negeri 7 Kota Surakarta adalah salah satu sekolah negeri di Kota Surakarta yang menerima murid berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi merupakan upaya memberikan kesempatan yang luas kepada semua anak dalam memperoleh pendidikan berkualitas yang berkeadilan sesuai kebutuhan tanpa diskriminasi. Pemerataan hak mendapatkan pendidikan untuk murid berkebutuhan khusus diwujudkan dalam bentuk pengelolaan secara adil dan proporsional. Bentuk alternatif upaya sekolah adalah memberikan layanan yang optimal pada murid berkebutuhan khusus dengan menyesuaikan kekhususannya.
Salah satu kebutuhan penting murid berkebutuhan khusus adalah adanya penerimaan lingkungan terhadap keberadaan mereka. Penerimaan lingkungan sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam interaksi sosial. Kemampuan interaksi sosial di sekolah menjadi kunci penting bagi murid untuk diterima lingkungannya mengingat sekolah adalah tempat murid menghabiskan banyak waktu kesehariannya. Wujud interaksi sosial yang baik di sekolah ditunjukkan oleh sikap yang ramah, santun, dan cara komunikasi yang baik terhadap semua warga sekolah. Hubungan pertemanan dengan sesama murid yang terjalin dengan baik menunjukkan ciri murid yang diterima dengan baik di sekolah. Rasa percaya diri pada murid akan terjaga dengan adanya penerimaan lingkungan yang proporsional. Kemampuan interaksi sosial yang baik ini harus dimiliki oleh murid reguler maupun berkebutuhan khusus.
Salah satu target pencapaian dalam dimensi kebinekaan global pada Profil Pelajar Pancasila (PPP) adalah mengkonfirmasi, mengklarifikasi dan menunjukkan sikap menolak stereotip serta prasangka tentang gambaran identitas kelompok dan suku bangsa. Menghilangkan stereotip dan prasangka adalah sub elemen penting dalam PPP yang mendasari bahwa murid berkebutuhan khusus di sekolah inklusi memiliki kewajiban, hak dan tanggung jawab yang sama dalam seluruh aspek kehidupan. Berdasarkan hal tersebut, harus ada upaya berbeda dari pendidik dan sekolah supaya kelompok khusus ini memperoleh bekal sesuai taraf pencapaian masing-masing dalam pengelolaan perilaku yang positif sehingga akan menjadi pribadi yang mandiri dan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya.
Murid berkebutuhan khusus di SMP Negeri 7 Kota Surakarta memiliki berbagai jenis kekhususan yang berbeda. Semua pribadi istimewa tersebut memerlukan penerimaan lingkungan untuk mencapai kemampuan interaksi sosial yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, sekolah bertujuan mengupayakan layanan dengan membuatkan media belajar yang berfungsi pula sebagai metode yang memudahkan murid berkebutuhan khusus belajar hal-hal yang mampu mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya. Metode social story merupakan suatu intervensi yang dikenalkan oleh Gray dan Garand (Fauziah, H dan Mulia, D, 2022) yang diperuntukkan dalam mengembangkan keterampilan sosial dengan menyampaikan pemahaman kepada anak mengenai hidden code (kode tersembunyi) dari interaksi sosial, yang meliputi perspektif orang lain terhadap perilakunya dan perilaku apa yang diharapkan oleh masyarakat. Berbagai penelitian mengenai Social Story Book menunjukkan hasil yang siginifkan terutama pada penyandang Attention Dificit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan Autism Spectrum Disorder (ASD) yang keduanya memiliki gangguan dalam kemampuan komunikasi dan interaksi sosial sehingga seringkali sulit mendapat penerimaan dari lingkungannya. Hal yang penting dari Social Story Book adalah buku berisi cerita yang mendeskripsikan situasi sosial yang terdiri dari lima elemen yaitu siapa, kapan, dimana, peristiwa apa, dan mengapa. Melalui cerita tersebut diharapkan anak mendapat pembelajaran mengenai alur kejadian sosial, memaknai dengan tepat, dan memahami harapan lingkungan terhadap sebuah peristiwa.
Implementasi Social Story Book untuk murid berkebutuhan khusus di SMP Negeri 7 Kota Surakarta ini meliputi langkah-langkah: a. memetakan kebutuhan murid berkebutuhan khusus berdasarkan identifikasi hasil asesmen dari UPT PLDPI (Unit Pelayanan Teknis Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusi); b. membentuk tim inovasi khusus terdiri dari guru BK, GPK dan tim literasi sekolah; c. memberikan sosialialisasi dan bimbingan teknis pembuatan Social Story Book pada tim inovasi; d. menyusun Social Story Book dan validasi ahli; e. mengimplementasikan Social Story Book dengan pendampingan dari praktisi; f. diseminasi hasil implementasi kepada seluruh guru dan tendik serta wali murid berkebutuhan khusus; g. evaluasi dan refleksi; dan publikasi melalui berbagai praktik baik terhadap implementasi Social Story Book.
Kesediaan orang tua murid mengikutkan anak pada proses asesmen di UPT PLDPI merupakan beBentuk sinergi sekolah dengan orang tua murid dan kemitraan dengan UPT PLDPI Kota Surakarta menjadi sebuah aksi kolaboratif dalam mengupayakan hasil asesmen yang akurat, sehingga diperoleh pemetaan kebutuhan murid yang tepat. Berikut adalah dokumentasi kegiatan asesmen yang didukung penuh oleh orang tua murid.
Aksi Kolaboratif Antara SMPN 7 Kota Surakarta, Orang Tua Murid dan UPT PLDPI dalam Upaya Asesmen Terhadap Murid Berkebutuhan Khusus.
Untuk kolaborasi dengan sekolah yang sangat mendukung dalam upaya memberikan layanan optimal pada murid berkebutuhan khusus. Guna memastikan kualitas Social Story Book yang disusun oleh tim inovasi, maka dilakukan validasi kepada validator ahli dalam hal konten dan keterbacaan kepada psikolog dari UPT PLDPI Kota Surakarta dan pakar dari Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selain itu, Social Story Book juga diujicobakan kepada murid berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah lain maupun klien di UPT PLDPI. Kepala Sekolah dan tim inovasi menyusun perencanaan dan implementasi dengan melibatkan pemantauan eksternal oleh orang tua murid terhadap efektivitas Social Story Book. Psikolog dan dosen sebagai pakar yang membantu memvalidasi konten, mendapat laporan pemantauan pemanfaatan dan membantu evaluasi serta refleksi implementasi. Hasil kolaborasi berbagai pihak ini menjadi bahan diseminasi praktik baik kepada guru, tenaga kependidikan, wali murid, komite sekolah dan kepala sekolah di Surakarta dan Dinas Pendidikan.
Proses validasi produk Social Story Book merekatkan kolaborasi dengan institusi peduli pendidikan inklusif yaitu UPT PLDPI yang memang memiliki peran besar untuk melayani murid penyandang disabilitas. Pihak lain yang dilibatkan adalah Universitas Sebelas Maret sebagai institusi yang memiliki pakar dan melahirkan calon pendidik murid berkebutuhan khusus. Tidak kalah penting, juga hadirnya praktisi yang telah berpengalaman menjadi Guru Pendamping Khusus (GPK) dari sekolah inklusi lainnya sebagai pendamping implementasi. Terlibatnya pihak-pihak eksternal ini berdampak terhadap makin terbukanya pikiran positif guru dan warga sekolah mengenai keberagaman karakteristik murid yang harus disikapi dengan strategi yang tepat. Murid berkebutuhan khusus bukan untuk dihindari, sebab semua murid memiliki hak yang sama dalam hal pendidikan. Jalinan komunikasi dan kolaborasi sekolah dengan orang tua murid berkebutuhan khusus makin terpupuk dengan baik dengan adanya pemantauan dan evaluasi yang harus dilaporkan kepada sekolah.
Berbagai pihak yang terlibat dalam mencapai tujuan layanan optimal kepada murid berkebutuhan khusus menunjukkan sinergitas dan kepedulian terhadap pendidikan inklusif yang berkualitas. Saling belajar dalam tim guru pada saat penyusunan Social Story Book meningkatkan budaya positif satuan pendidikan yang makin meningkatkan sikap kolaboratif dan senang belajar hal baru dalam sebuah komunitas belajar. Kepala Sekolah berupaya memberikan wawasan, ide inovasi, koordinasi dan monitoring periodik berkesinambungan serta membelajarkan menjalin kemitraan dalam mencapai tujuan pendidikan yang merata. Melalui tahap analisis kebutuhan dengan membaca hasil asesmen, guru makin baik pemahamannya terhadap berbagai karakteristik murid berkebutuhan khusus Kreativitas guru makin meningkat dengan adanya tantangan menyusun cerita dengan menganalisis terlebih dahulu kebutuhan murid dan memvisualisasikan menjadi sebuah buku. Kemampuan digital guru menjadi lebih berkembang dengan makin belajar memanfaatkan aplikasi yang dapat digunakan untuk membuat cerita sosial yang menarik dan sesuai kebutuhan murid. Demikian pula dalam literasi, guru penyusun cerita menjadi lebih rajin mencari literatur untuk memperkaya wawasannya, mengasah kemampuan berbahasa yang benar dan lebih komunikatif. Pelibatan pihak eksternal seperti validasi ahli dan pendampingan praktisi membentuk jejaring yang makin luas bagi guru-guru di sekolah karena mendapat kesempatan berkomunikasi dan berkolaborasi menguatkan upaya layanan yang optimal pada murid berkebutuhan khusus.
Social Story Book di SMP Negeri 7 Kota Surakarta meliputi berbagai tema yang dibuat berdasarkan kebutuhan anak dan dianggap sebagai prioritas untuk dibelajarkan sehingga menunjang perkembangan interaksi sosial yang pada akhirnya memicu penerimaan lingkungan terhadap keberadaan murid berkebutuhan khusus. Beberapa contoh karya Social Story Book di SMP Negeri 7 Kota Surakarta adalah sebagai berikut:
Capaian positif pemanfaatan Social Story Book di SMP Negeri 7 Kota Surakarta menunjukkan adanya perkembangan yang lebih baik terhadap kemampuan komunikasi dan interaksi sosial murid berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah baik terhadap teman maupun guru. Bahasa sederhana disertai tampilan visual gambar yang menarik, desain dan pewarnaan yang estetik membuat Social Story Book ini diminati oleh murid berkebutuhan khusus bahkan juga murid reguler. Adanya petunjuk-petunjuk sosial yang dikemas menjadi sebuah cerita, menyebabkan murid berkebutuhan khusus lebih mudah merespon sebuah informasi. Hal ini diperkuat oleh Susanti, E.H (2018) bahwa semua informasi dari lingkungan harus memperoleh akses untuk mencapai otak sehingga bisa diproses. Indera penglihatan dan pendengaran harus berfungsi dengan baik dan mampu menangkap seluruh informasi, lalu menyampaikan ke otak. Penggunaan social story harus melalui pendampingan khusus oleh guru dengan duduk bersama murid, membantu membacakan dan memahami isi cerita. Fungsi pendampingan guru adalah memaksimalkan fungsi indera penglihatan dan pendengaran untuk lebih membuat murid berkebutuhan khusus menjadi lebih fokus dan konsentrasi. Petunjuk-petunjuk sosial dalam kalimat cerita sederhana yang dibalut dengan visualisasi menarik memudahkan otak murid berkebutuhan khusus mengolah informasi dengan baik.
Beberapa perilaku murid berkebutuhan khusus yang dalam pengamatan guru belum berkembang dengan baik, dapat diupayakan menjadi lebih baik melalui social story book ini. Orang tua murid berkebutuhan khusus merasakan perilaku harian yang lebih baik dengan adanya bacaan berwawasan yang mendukung perkembangan interaksi sosial anaknya. Dukungan sosial melalui implementasi Social Story Book dari sekolah membantu murid berkebutuhan khusus mendapatkan kepercayaan diri, keberanian untuk mengembangkan kemampuannya, termasuk dalam komunikasi dan interaksi sosial. Dampak lain penggunaan Social Story Book bagi murid berkebutuhan khusus adalah ada peningkatan dalam kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi. Murid berkebutuhan khusus yang telah didampingi oleh guru dengan Social Story Book mulai berani bersosialisasi dengan mengikuti berbagai ekstrakurikuler sekolah seperti, pencak silat, korps musik, dan taekwondo. Murid berkebutuhan khusus tersebut juga telah muncul keberaniannya untuk berkomunikasi dengan guru. Hal ini terlihat seringnya murid tersebut bertanya kepada guru tentang konsep yang belum dipahami baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran.
Bagi guru yang terlibat dalam pembuatan Social Story Book dan pendampingan murid berkebutuhan khusus mengalami peningkatan kompetensi literasi dan sosial emosional. pembuatan Social Story Book akan memacu guru untuk berliterasi mencari sumber dan ide mengembangkan buku. Sedangkan bagi guru pendamping berdampak meningkatnya sosial emosional berupa kesadaran diri, pengendalian diri, dan kesadaran sosial untuk terus memberikan layanan pendidikan kepada semua murid tanpa ada diskriminasi. Pemanfaatan Social Story Book sebagai alat layanan bagi murid berkebutuhan khusus ternyata juga berdampak pada peningkatan kegiatan yang dilakukan komunitas belajar. Adanya program ini mampu mengintensifkan pertemuan, saling belajar, dan berbagi dalam komunitas belajar di sekolah. Kegiatan pertemuan komunitas belajar dilakukan saat mulai menyusun, proses menyusun, dan pelaksanaan layanan pendampingan kepada murid berkebutuhan khusus.
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam implementasi social story book antara lain: a. minimnya pengetahuan dan pengalaman guru mengenai penyusunan social story book yang sesuai; b. managemen waktu dalam menyusun social story book di tengah tugas pembelajaran reguler; c. kemampuan guru dalam menyesuaikan alur cerita dengan kebutuhan setiap murid berkebutuhan khusus berdasarkan hasil asesmen dan pengamatan harian guru di sekolah; d. harus ada upaya meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan bahasa sederhana yang mudah dipahami; e. perlunya menekankan pada penyusun untuk menciptakan visualisasi yang menarik, estetik dan bermakna; f. perlunya mendukung guru agar termotivasi mengembangkan kemampuannya memanfaatkan aplikasi untuk membantu penyusunan social story yang layak; g. menjamin keberlangsungan kemitraan dengan lembaga atau institusi yang berkompeten untuk kelayakan dan kualitas social story; dan h. menggugah simpati dan empati guru dalam melayani murid berkebutuhan khusus untuk mendampingi membaca social story.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut adalah: 1. memberikan sosialisasi tentang social story book dalam kegiatan kombel sekolah yang dilaksanakan setelah pembelajaran; 2. memotivasi kepada guru untuk dapat mengatur waktu sebaik mungkin dalam menyusun social story book sehingga tidak bertabrakan antara penyusunan buku dan kegiatan belajar mengajar; 3. saling belajar antarguru penyusun dalam sebuah komunitas belajar; 4. senantiasa ada diskusi dalam komunitas belajar dan upaya menyesuaikan alur cerita dengan kebutuhan setiap murid berkebutuhan khusus berdasarkan hasil asesmen dan pengamatan harian guru di sekolah; 5. ada upaya menekankan pada penyusun untuk menciptakan visualisasi yang menarik, estetik dan bermakna melalui diskusi dalam komunitas belajar; 6. memberikan penguatan kembali pemanfaatan aplikasi Canva untuk membuat desain pembuatan social story book; 7. menggandeng praktisi dan ahli untuk menguji kelayakan buku yang dibuat oleh tim serta menjalin komunikasi yang berkelanjutan; 8. membuat group WA sebagai salah satu media berkomunikasi dan berkoordinasi jika ada kendala dalam penyusunan social story book dan menumbuhkan simpati maupun empati dalam pendampingan kepada murid berkebutuhan khusus.
Dalam membuat social story book ini guru bisa mempelajari beberapa hal baru yaitu tentang Adiksimba yang setidaknya harus tercantum dalam buku tersebut karena kejelasan buku sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pendampingan dan pemahaman murid sasaran social story book tersebut. Pemilihan warna, gambar dan pemilihan huruf juga mempengaruhi dalam pemahaman murid inklusi dalam memahami makna buku. Selain meluangkan waktu untuk mempelajari hal-hal teknis tersebut, guru perlu menjelaskan pada orang tua murid tentang manfaat layanan social story book. Hal ini penting, karena pandangan tentang pendidikan inklusi belum dipahami oleh setiap orang tua murid sehingga pendekatan secara personal sangat diperlukan supaya orang tua memahami manfaat social story book ini.
Bentuk layanan kepada murid berkebutuhan khusus melalui social story book merupakan perwujudan program kebinekaan yang menghargai keberagamam karakteristik murid di SMP Negeri 7 Kota Surakarta. Penghargaan terhadap kebinekaan dilakukan sekolah dengan membantu murid berkebutuhan khusus untuk mendapat penerimaan dari lingkungannya melalui upaya yang mengoptimalkan kemampuan memahami situasi lingkungan, berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan cerita-cerita sosial. Sejumlah 766 murid pada tahun ajaran 2024/2025, terdapat 5 murid sudah melaksanakan asesmen sebagai murid berkebutuhan khusus dari UPT PLDPI Kota Surakarta. Selebihnya sedang dilaksanakan deteksi awal untuk proses pengajuan asesmen bagi murid kelas VII baru yang memiliki tanda-tanda tidak sama dengan murid reguler lainnya. 5 Murid berkebutuhan khusus tersebut telah mendapatkan intervensi dalam bentuk social story book dari guru BK yang berperan sekaligus sebagai GPK maupun guru mata pelajaran dengan beberapa tema dan judul buku yang berbeda. Respon positif murid adalah sikap yang terbuka dan welcome dengan layanan tersebut, terbukti mereka antusias dan tampak senang.
Respon orang tua murid juga sangat positif. Tampak dari awal saat asesmen dilaksanakan dan saat social story book diimplementasikan, mereka sangat bahagia dan sepakat untuk terus dilaksanakan secara berkelanjutan. Mereka berharap cerita sosial mampu membentuk putra-putrinya menjadi lebih terbuka pada lingkungan sekitarnya, memberikan tanggapan positif terhadap hal-hal normatif dalam keseharian di sekolah sehingga eksistensinya mendapat penerimaan yang baik dari lingkungan sekolah. Dampak positif berikutnya, murid berkebutuhan khusus yang mampu beradaptasi dengan baik, akan terhindar dari segala bentuk perundungan. Secara psikologis, adanya aktivitas membaca bersama dengan guru menyebabkan ikatan batin, empati dan simpati makin kuat. Murid ABK akan merasa mendapatkan perlakuan sesuai kebutuhannya serta diperhatian dengan baik oleh guru-gurunya.
Mengutip kembali salah satu target pencapaian dalam dimensi kebinekaan global pada Profil Pelajar Pancasila (PPP) adalah mengkonfirmasi, mengklarifikasi dan menunjukkan sikap menolak stereotip serta prasangka tentang gambaran identitas kelompok dan suku bangsa. Wujud penerimaan yang diharapkan dari murid reguler, guru dan tenaga kependidikan terhadap murid berkebutuhan khusus adalah tidak membedakan layanan maupun cara bergaul terhadap stereotip yang dimiliki murid berkebutuhan khusus. Selain itu, perubahan perilaku akibat pengaruh cerita sosial dari social story book mengurangi terjadinya prasangka terhadap murid berkebutuhan khusus sehingga interaksi akan lebih harmonis. Sebagai contoh, sebelum dibacakan cerita sosial, teman-teman di sekitarnya berpikir negatif bahwa murid berkebutuhan khusus terkesan tidak mampu berkomunikasi dengan baik, tetapi setelah perilakunya dipengaruhi oleh cerita sosial, maka teman-temannya menjadi tidak berpikir negatif lagi.
Berdasarkan seluruh paparan di atas, salah satu praktik baik program kebinekaan di SMP Negeri 7 Kota Surakarta yang berhasil dilaksanakan adalah implementasi social story book untuk murid berkebutuhan khusus. Penghargaan terhadap kebinekaan ini telah sesuai dengan salah satu target pencapaian dalam dimensi berkebinekaan global pada Profil Pelajar Pancasila (PPP) yaitu mengkonfirmasi, mengklarifikasi dan menunjukkan sikap menolak stereotip serta prasangka tentang gambaran identitas kelompok dan suku bangsa. Murid berkebutuhan khusus merupakan gambaran kelompok dengan stereotip khusus yang memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam memperoleh penerimaan dari lingkungan sekolah. Dengan demikian, hadirnya cerita sosial dalam bentuk social story book yang dikreasi oleh guru menjadi salah satu sarana mengupayakan perubahan perilaku murid berkebutuhan khusus dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Harapan jangka panjangnya, murid berkebutuhan khusus mendapat bekal dari sekolah untuk berkembang menjadi pribadi yang mandiri dan mampu bersosialisasi dengan lingkungannya.
Terdapatnya murid berkebutuhan khusus di suatu sekolah merupakan sebuah keniscayaan. Maka, sangat disarankan adanya pemantauan awal dari sekolah terhadap kehadiran kelompok tersebut dengan melakukan pengamatan secara cermat yang dilanjutkan dengan melaksanakan asesmen bekerja sama dengan mitra yang kompeten untuk menentukan perlakuan berikutnya secara tepat. Implementasi social story book merupakan salah satu metode yang mudah, murah dan terbukti sangat membantu perkembangan perilaku dalam kemampuan komunikasi dan interaksi sosial murid berkebutuhan khusus. Koordinasi dan aktivitas komunitas belajar guru yang berkelanjutan makin mengasah profesionalitas guru dalam menyiapkan layanan terbaik bagi murid berkebutuahan khusus. Peran mitra yang kompeten dalam upaya penyusunan social story book yang berkualitas menjadi hal penting dalam mengoptimalkan layanan. Guru harus terus berupaya mengembangkan dirinya untuk mampu, sabar, dan ikhlas dalam melakukan pendampingan membacakan cerita sosial. Peran dan dukungan orang tua murid menjadi kunci penting, sehingga pemantauan terhadap perkembangan perubahan perilaku tidak sekedar dilakukan di sekolah, tetapi juga di lingkungan luar sekolah.
Mengingat pasti terdapat banyak fenomena serupa di semua sekolah, sangat diharapkan adanya saling berbagi praktik inovatif dalam layanan kepada murid berkebutuhan khusus. Apabila belum penah mempraktikkan hal yang sama, akan sangat mendesak untuk mencoba metode yang telah dipraktikkan di SMP Negeri 7 Kota Surakarta.
Penulis : Herni Budiati – Kepala SMPN 7 Kota Surakarta