Lindungi Diri Lindungi Bersama: Efektivitas Lintas Stakeholder dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Satgas PPKS Untirta (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) dilantik tanggal 22 Oktober tahun 2022, dan langsung menerima laporan kasus kekerasan seksual sebanyak dua aduan. Aduan pemerkosaan (pemaksaan hubungan seksual layaknya suami istri) antar mahasiswa dan mahasiswa dengan status pacar. Kasus ini menjadi kasus pertama dan terbesar hingga menjadi isu nasional, terblow up media nasional baik televisi maupun media sosial. Berikut info grafis data kasus pada awal Tim Satgas PPKS Untirta terbentuk. Kasus di atas ditangani dengan melibatkan banyak pihak luar, seperti Polisi Daerah (Polda) Banten, Pengadilan Negeri Pandeglang, psikolog, medis – forensik, dan pengacara. Kasus diputuskan dengan sanksi berat baik dari pihak kampus maupun pengadilan.

Satu kasus berat yang dialami mahasiswa lain adalah pemerkosaan oleh keluarga inti (anak perempuan – ayah kandung). Kasus diantaranya harus ditangani dengan darurat evakuasi pelapor/korban dari rumah/keluarga ke rumah aman, jaminan pendidikan/pembebasan biaya kuliah,  kebutuhan sandang dan pangan, dan jaminan keuangan kebutuhan hidup lainnya. Dukungan luar biasa dari pihak internal kampus ditingkat rektorat, fakultas, dan dharmawanita universitas membuat kendala di atas teratasi, evakuasi dan pemenuhan kebutuhan terjadi dengan cepat dan tepat.

Kedua kasus di atas dalam konteks Satgas PPKS Untirta yang baru terbentuk, memberikan kesadaran pentingnya “Efektivitas Lintas Stakeholder dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sebagai upaya Melindungi Diri dan Melindungi Bersama” dari dan untuk lima unsur, yaitu dosen, mahasiswa, tendik, warga kampus, dan masyarakat luar, mengingat Untirta memiliki 5 lokasi kampus di titik berbeda.

Total kasus yang ditangani dalam 2 tahun terakhir berjumlah 22 kasus. Kategori teman sebaya (mahasiswa – mahasiswa/siswa) dengan dasar pacaran menjadi laporan yang paling banyak dan kasus paling besar. Internal sesama mahasiswa Untirta berjumlah 4 kasus, lainnya adalah mahasiswa Untirta dengan pihak luar. Posisi kedua laporan yang melibatkan dosen dan mahasiswa, disusul tendik dan mahasiswa, mahasiswa dengan warga kampus, dan mahasiswa dengan masyarakat luar dan orang terdekat (keluarga).

Urgensi ini membuat Satgas PPKS sadar bahwa sangat penting melindungi diri dan melindungi bersama dengan secepatnya dilakukan penguatan internal Tim Satgas PPKS, di internal kampus, dan di luar kampus, serta pemeliharaannya. Hasil akhir dari dua penguatan ini satgas ppks untirta menjadi inisiator,  tuan rumah dan ketua terpilih pertama Forum Satgas PPKS Perguruan Tinggi se-Banten.

Latar belakang praktik baik

Untirta: 8 Fakultas, 5 kampus, 29.000 jiwa dan 23 Tim Satgas PPKS

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) memiliki 8 fakultas yang tersebar di 5 wilayah kampus, Sindangsari, Pakupatan, Cilegon, Cipocok, dan Kepandean. Total jumlah mahasiswa, tendik, dosen, dan warga kampus sebanyak 29.000 jiwa. Dengan sekretariat PPKS sebagai pusat kegiatan satgas PPKS yang berada di Sindangsari. Kasus ringan hingga berat diawal periode, dan terus bertambah seiring dengan waktu hingga mencapai 22 kasus yang ditangani (September 2024), memaksa tim satgas ppks Untirta untuk tanggap darurat di pencegahan dan juga penanganan. Di pencegahan, tujuan yang menjadi prioritas adalah dikenalnya satgas PPKS di internal kampus (pimpinan universitas, pimpinan fakultas, dosen, mahasiswa, tendik, dan warga kampus.

Untirta berkomitmen mencegah dan menangani kekerasan seksual dengan mengeluarkan Peraturan Rektor Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah adanya Permedikbudristek tentang PPKS maka disesuaikan dengan membentuk Satgas PPKS Untirta.

Dua puluh lima anggota Satgas PPKS Untirta dilantik dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Nomor 1016/UN43/KPT.OT.00.01/2022 tentang Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2022. Dalam perkembangannya, saat ini keanggotaan Satgas PPKS mengalami perubahan menjadi dua puluh tiga anggota berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Nomor 138/UN43/KPT.HK.02/2024 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Satgas PPKS di Lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Dua Kasus Besar dalam awal Periode

Satu minggu setelah di lantik, 2 kasus besar masuk melalui platform pengaduan offline dan online. Pengaduan online dapat dilakukan melalui akun instagram satgasppksuntirta, dan call center hotline 0822-1314-3885. Pengaduan offline sejauh ini menjadi sarana pengaduan terbanyak yang dipilih.  yaitu instagram  dan membuat kami sadar bahwa fokus kedua kami haruslah penguatan eksternal. Kerjasama dengan berbagai pihak memudahkan koordinasi dan berbagi pengetahuan, keterampilan, dan negosiasi dalam penanganan kasus.

Satgas PPKS Untirta (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) dilantik tanggal 22 Oktober tahun 2022, dan langsung menerima laporan kasus kekerasan seksual sebanyak dua aduan. Aduan pemerkosaan (pemaksaan hubungan seksual layaknya suami istri) antar mahasiswa dan mahasiswa dengan status pacar. Kasus ini menjadi kasus pertama dan terbesar hingga menjadi isu nasional, terblow up media nasional baik televisi maupun media sosial

Satu kasus berat yang dialami mahasiswa lain adalah pemerkosaan oleh keluarga inti (anak perempuan – ayah kandung). Kasus diantaranya harus ditangani dengan darurat evakuasi pelapor/korban dari rumah/keluarga ke rumah aman, jaminan pendidikan/pembebasan biaya kuliah,  kebutuhan sandang dan pangan, dan jaminan keuangan kebutuhan hidup lainnya. Dukungan luar biasa dari pihak internal kampus ditingkat rektorat, fakultas, dan dharmawanita universitas membuat kendala di atas teratasi, evakuasi dan pemenuhan kebutuhan terjadi dengan cepat dan tepat.

 

Diperlukan penanganan cepat dan tepat

Ada tenggat  waktu yang harus dipenuhi dalam prosedur penangan kasus, ada tindakan yang harus tepat dilakukan dalam setiap kasus, dan ada pemberian sanksi yang harus tepat dalam penanganan sebuah kasus. Sesuai Pedoman PPKS Untirta tahun 2023 pada poin tugas dan wewenang Satgas PPKS Untirta, maka diperlukan  bekerja sama dengan lembaga internal maupun eksternal yang relevan untuk memberikan perlindungan terhadap Saksi dan Korban (https://drive.google.com/file/d/1UHexLvwS_ZhnqshdUwo4GbDmLySP13Fi/view?usp=sharing).

Kapan dan kasus seperti apa yang masuk sebagai laporan pengaduan kekerasan seksual tidak pernah dapat diprediksi dan diketahui dengan pasti. Oleh karena itu, seperti apa penanganan dan siapa stakeholders yang terlibat tidak pernah tahu. Namun, selayaknya rumah sakit umum, Satgas PPKS Untirta harus siap siaga 24 jam setiap hari dan membuka semua poli untuk menerima pengaduan dan memberikan pelayanan penanganan. Bedanya, poli ini ada di eksternal satgas PPKS, yaitu stakeholders internal maupaun eksternal. bahkan jika itu aduan bukan kekerasan seksual.

Laporan yang masuk akan di pilah oleh tim desk pertama untuk memastikan kasus termasuk kekerasan seksual atau bukan. Jika kasus kekerasaan seksual, maka kan dibentuk tim PJ kasus yang terdiri dari tiga anggota satgas. Jika bukan kasus kekerasan seksual, maka ada rekomendasi pelimpahan kasus kepada yang dimaksud untuk menangani. Misal, salah satu laporan yang masuk setelah dibedah tim front desk yang terjadi adalah bullying, maka kami menggelar rapat besar seluruh tim, dan membuat rekomendasi kepada pihak yang dituju, yaitu dalam hal ini dekan fakultas mahasiswa yang bersangkutan, dengan rekomendasi penegakan kode etik disiplin mahasiswa, dan juga untuk melakukan sesi bimbingan konseling (UPA BK Untirta) atas tindakan bullying dan efek yang dilakukan olehnya dan korban.

Jika laporan yang masuk sudah memenuhi kasus kekerasan seksual, maka tim PJ kasus akan menangani sesuai dengan prosedural, dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan kasus. Misal satu kasus besar di awal satgas berdiri, maka dibutuhkan stakeholders eksternal dan internal kerjasama dengan psikologi luar, pengacara, polres Pandeglang, Polda Banten, Pengadilan negeri Pandeglang, UPA BK, dan dokter forensik. Jika kerjasama dengan stekholders ini tidak dimulai, dan tidak dijaga keberlangsungannya dalam bentuk MoU, PKS, dan pakta Integritas, maka penanganan kasus akan sangat lama, dan berantakan. Karena poli tidak tersedia. Interasi dan harmoni stakeholders tetap seall harus dibuka dan dijaga. Meski tidak diisi oleh laporan pengaduan setiap waktu, atau bahkan tidak terisi sama sekali atau dalam jangka waktu lama.

Salah satu upaya untuk memelihara integrasi dan harmonisasi di antara stakeholders adalah saling mengundang untuk memberi materi penguatan dan pengayaan diinternal masing-masing. Misal, mengundang dari POlda Banen untuk mengisi metari bagi satgas PPKS tentang penangan dan penyidikan sebuah kasus kekerasan seksual. Termasuk tentang hak dan kewajiban pelapor dan terlapor. 

 

Tujuan Praktik Baik

Dalam laporan mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), ditemukan bahwa kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan yang paling sering terjadi, dengan angka mencapai 52.2%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh kasus kekerasan seksual di kampus melibatkan tindakan fisik, yang dapat berupa pemaksaan atau kekerasan terhadap tubuh korban.

Selain kekerasan fisik, kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) juga menempati porsi yang signifikan, dengan persentase 39.1%. Bentuk kekerasan ini meliputi tindakan pelecehan atau eksploitasi yang dilakukan melalui media digital, seperti penyebaran konten sensitif tanpa persetujuan atau pelecehan yang dilakukan melalui platform online.

Sedangkan kekerasan verbal, meskipun lebih jarang terjadi, tetap dilaporkan dalam laporan ini dengan persentas  sebesar 8.7%. Kekerasan verbal ini biasanya berupa kata-kata merendahkan atau komentar berbau seksual yang ditujukan kepada korban, meskipun tidak melibatkan tindakan fisik atau media elektronik Pada tahun 2022, hanya ada satu kasus yang dilaporkan ke Satgas PPKS yang melibatkan mahasiswa dan dosen. Pada tahun 2023, terjadi peningkatan pengaduan. Data Satgas PPKS menunjukkan bahwa Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) sebanyak 5 (lima) pengaduan dan Kekerasan Seksual Fisik sebanyak 2 (dua) Pengaduan. Pada 2023 terdapat data kasus kekerasan seksual yang menjadi perhatian khusus yaitu Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE). Dengan demikian KSBE pada tahun 2023 berdasarkan data cukup tinggi.

Karakteristik kekerasan seksual dominan disebabkan oleh hubungan interpersonal yang kuat oleh pelapor dengan terlapor, dimana pelibatan mahasiswa mendominasi sebagai korban. Pada tahun 2024 meningkat sebanyak 7 (tujuh) pengaduan yang masuk ke Satgas PPKS dengan status Pelapor yang masih didominasi oleh Mahasiswa dan juga memiliki kedekatan dengan Terlapor. Berdasarkan data satgas ppks menunjukkan bahwa KSBE sebanyak 4 (empat) pengaduan, diikuti dengan Kekerasan Seksual Fisik sebanyak 9 (sembilan) pengaduan dan kekerasan seksual verbal berjumlah 2 (dua) pengaduan. Pada 2024 terdapat data kasus kekerasan seksual yang menjadi perhatian khusus yaitu kekerasan seksual Fisik.

Aduan laporan kekrasan seksual tidak hanya dilakukan oleh civitas akademika UNTIRTA saja, namun diluar dari civitas akademika UNTIRTA pun berani melaporkan kejadian kekerasan seksual. Kanal Pengaduan yang disediakan oleh SATGAS PPKS UNTIRTA sudah banyak diketahui oleh Civitas Akademika UNTIRTA dan Masyarakat Umum yang memiliki hubungan atau keterkaitan dengan yang ada di Lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh akrena itu, diperlukan perlidungan diri oleh satgas PPKS Untirta untuk melindungi internal kampus dari sebagai pelaku maupun korban, dan juga diperlukan melindungi pihak eksternal kampus dari kekearsan seksual, baik sebagai pelaku maupun korban, sebgai perwujudan melindungi bersama.

Lindungi Diri Lindungi Bersama dengan memberdayakan efektivitas lintas stakeholder dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dapat terlihat dari logo satgas PPKS Untirta di bawah ini.

Gambar. Logo PPKS Untirta

Tangan setapak terbuka berwarna merah menghadap ke depan memiliki makna imperatif untuk Tidak melakukan tindakan kekerasan seksual dan sebagai ajakan untuk orang-orang disekitar kita agar tidak melakukan kekerasan seksual, dan tali bewarna Hijau mengelilingi tangan memiliki makna melindungi diri dan melindungi bersama.

 

Metode atau Strategi Praktik baik

  1. Perekrutan dan pembentukan tim satgas melalui panitia seleksi dengan pertimbangan keterwakilan tiap fakultas
  2. Penguatan dan pengayaan internal tim satgas PPKS
  3. Ruang sekretariat/ sarana dan prasarana yang representatif
  4. Harmonisasi dengan pimpinan perguruan tinggi, fakultas, dan unit/lembaga internal
  5. Harmonisasi dan integrasi dengan pihak-pihak kepentingan eksternal (mitra)
  6. Pemeliharaan harmonisasi dan integrasi stakeholder internal dan eksternal dengan cara laporan rutin, mengundang dalam kegiatan, menjadikan narasumber, mou, dan pakta integritas
  7. Pemanfaatan media sosial

Media digital utama yang digunakan oleh Satgas PPKS Untirta adalah media sosial instagram dengan akun satgasppksuntirta.

 

Instagram sebgai media osial utama Satgas PPKS Untirta

kegiatan sosialisasi maupun penyuluhan melalui Media sosial turut aktif dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. dengan harapan civitas akademika dan mahasiswa memiliki gambaran yang lebih jelas terkait hal tersebut (Ramadiani, dkk, 2022).

 

Pelaksanaan praktik baik

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan,Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan landasan normatif pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Satgas PPKS Untirta). Berdasarkan Permendikbudristek PPKS, pembentukan pertama kali Satgas PPKS Untirta dilakukan melalui Panitia Seleksi (pansel) (P21 oktober 2022 satgas PPKS Untirta dilantik dengan jumlah 23 orang dengan komposisi 8 dosen, 3 tenaga kependidikan, dan 12 mahasiswa (https://drive.google.com/file/d/1wytBdz2ataPqb7rXxaWDiudfFE-FtyYS/view?usp=sharing). Dalam upaya penguatan internal tim satgas dan PPKS di Untirta, tim dibentuk sebagai keterwakilan dari seluruh fakultas di 5 titik lokasi yang berbeda dan diseleksi oleh panitia seleksi yang telah di uji publik. Pembagian job desk dalam divisi-divisi juga dibentuk berdasarkan keilmuan. Diantaranya, Ilmu hukum, ilmu bimbingan konseling, ilmu komunikasi, dan ilmu agama. Berikut gambar bagian proses seleksi uji publik calon panitia seleksi satgas PPKS Untirta.


Uji publik calon panitia seleksi satgas PPKS Untirta

Keragaman perwakilan sangat tepat guna bagi peran dan fungsi ppks. Misal, Ilmu hukum menjadi garda terdepan ketika melakukan pencegahan dan penanganan kasus yang terkait dengan hukum. Pengetahuan dan Jaringan seperti dengan polda Banten, Polres Kota Serang, lembaga bantuan hukum, pengacara, pengadilan, jaksa sangat membantu sudut pandang dalam pencegahan, terutama penanganan kasus. Kemudahan ini pula sumbangsih ilmu lainnya dalam peran dan fungsi ppks di Untirta. B

Perwakilan anggota dari tiap fakultas juga memudahkan lobi dan koordinasi dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual untuk masuk ke dalam berbagai kebijakan fakultas. Hal ini kemudian yang mempermudah sosialisasi dalam setiap lini fakultas. Mulai dekanat, dosen, tendik, mahasiswa, ormawa, warga kampus (ob, driver, keamanan). Contohdianatra kebiajkan fakultas adalah terkait penelitian mahasiswa yang bertema PPKS.

Anggota dari unsur dosen juga perwakilan dari prodi, dengan status dosen murni, kaprodi, dan wakil dekan. Sebagai pemilik jenjang kebijakan di fakultas. Juga dipilih yang memiliki aktifitas terkait isu perempuan dan anak untuk perluasan jaringan diluar. Tendik direkrut diantaranya ketua humas universitas sebagai jaringan sarana dan prasarana komunikasi yang luas. Hal ini terbukti diantaranya instagram ppks yang di dalamnya ada formulir pengaduan terhubung langsung dengan media milik universitas. Baik di web resmi universitas, pengaduan ppks di sultan universitas, juga di portal akademik untirta. Hadiahnya adalah anggaran dan juga mobil satgas ppks dari pihak universitas. Penguatan internal dan eksternal yang kami lakukan adalah sebagai berikut:

Penguatan internal:

  • Pelibatan ormawa (organisasi mahasiswa)

106 ormawa (organisasi mahasiswa) Untirta menjadi sasaran khalayak, dan mitra dalam tugas dan fungsi PPKS. Kolaborasi yang digunakan dianatranya adalah bermitra dalam perumusan program kerja ormawa, khalayak sasaran sosialisasi materi PPKS, dan mitra pelaksanaan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual. Diantara 7 fakultas dan 1 pasca sarjana, FKIP (Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan) memiliki ormawa paling banyak, yaitu 18.

Kerjasama dengan ormawa ini di organisir di bawah kebijakan dan perintah wakil dekan 3 (bidang kemahsiswaan) dengan pelaksana teknis/koordinator adalah tendik (tenaga kependidikan) wadek 3. Surat permohonan pemateri atas nama wadek 3, difasilitasi tendik, dan dieksekusi oleh masing-masing Ormawa. Contoh dimana PPKS hadir sebagai mitra penyusunan program kerja sebagai penguatan komunitas budaya mahasiswa dalam kegiatan pembekalan dan rapat kerja HIMADIKSIO (Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi), HMJ PNF (Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Non Formal), HMJ BK (Himpunan Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling), UKM Belistra (Unit Kegiatan Mahasiswa Bengkel Menulis Sastra), HMJ PBI (Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia), HIMAGUSEDA (Himpunan Mahsiswa Guru Sekolah Dasar), HIMA PKH (Himpunan Mahasiswa Pendidikan Kebutuhan Khusus).

Selain ormawaDi kalangan mahasiswa efektivitas stakeholder, gerakan pencegahan di mulai dari hadir di maba universitas, maba fakultas, maba prodi, ormawa, dan LPMPP divisi kurikulum agar materi ppks masuk sebagai bagian dari kurikulum. Hadirnya satgas di maba merupakan proses yang tidak pendek. Meyakinkan tingkat rektorat rektor, (warek 3), dekan, wadek 3, kaprodi, ketua BEM universitas, ketua BEM fakultas, dan ketua hima.

Setiap kasus memiliki konteks dan dinamika berbeda.

  • Kolaborasi mitra
  • “Lindungi Diri, Lindungi Bersama”
  • Pemateri sosialisasi
  • MOU dengan mitra lainnya yang terkait dengan tupoksi Satgas: Polres, Polda, LBH, Asosiasi Psikolog, Ahli Forensik, Dokter Forensik, Dinas Sosial, dll..
  • Mitra penelitian
  • Siap sedia dalam penguji dalam penelitian terkait PPKS
  • Mengusulkan masuk ke dalam kurikulum sebagai matkul dasar setara dengan agama, tetapi baru berhasil masuk ke dalam mata kuliah (masuk ke dalam materi kekerasan seksual, misal: Teori Komunikasi)
  • Mengadakan bench marking ke beberapa universitas lainnya, di antaranya UPI
  • Lindungi Diri
  • Sama-sama bergerak dengan Satgas lain di Provinsi Banten.

RESPON PT:

Apresiasi Rektor sebagai Stakeholders Utama

Salah satu visi Untirta adalah healty kampus. PPKS (Pencegahan dan penganagan kekerasan seksual) dan UPABK (unit pelaksana bimbingan konseling) adalah dua unsur utama pengejewantahannya. Karena itu, stakeholders utama tim Satgas adalah harmoni dan integrasi dengan rektor sebagai pemangku struktural, kewenangan, dan  kebijakan tertinggi. Rektor memiliki peran dan fungsi melindungi, mendukung, dan pemberi sanksi pada kasus PPKS. Laporan 6 bulan sekali, dan komunikasi lain sebagai koordinasi dan pemeliharaan hubungan kerja secara personal manusia dan sebagai profesional menentukan harmoni dan integrasi sebagai hasil akhir. Komunikasi antara tim satgas PPKS dan Rektor dapat terlihat pada gambar dibawah ini.

Bentuk lainnya dari hasil harmoni dan integarsi perguruan tinggi oleh rektor adalah dengan dibuatnya dokumen kebijakan PPKS Untirta. Berikut empat peraturan rektor sebagai dasar kebijakan PPKS di Untirta.

  1. Peraturan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
  2. Peraturan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Kode Etik Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
  3. Peraturan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan kekerasan Seksual di Lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa..
  4. Peraturan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Nomor 10 Tahun 2022 tentang Kode Etik Tenaga Kependidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
  5. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi

Ruang Satgas yang Representatif

Dukungan yang sangat besar dari rektor hadir berupa pemberian ruang satgas di sindangsari sebanyak 4 ruangan, dengan spesifikasi satu ruang ketua satgas yang juga berfungsi rangkap untuk menerima tamu tertentu dan laporan tertentu terkait kasus satgas yang memerlukan kenyamanan dan rahasia.

Ruang kedua adalah ruang rapat satgas baik digunakan untuk rapat internal tim satgas PPKS Untirta maupun rapat yang melibatkan pihak eksternal, juga digunakan sebagai ruang ketika berkumpul bersama dalam suasana non formal. Ruang rapat juga berfungsi rangkap sebagai tempat menerima tamu dengan jumlah termasuk kategori banyak. Fasilitas Ruang ketiga adalah ruang adminisratif, dengan fungsi utama penerimaan laporan dan pengisian persyaratan administratif lainnya. Ruang administratif ini terhubung dengan ruang ke empat, yaitu ruang pengumpulan data/informasi dari pihak terlapor, pelapor, juga saksi.

Pemilihan ruangan ini pun berdasarkan diskusi dan pertimbangan kebutuhan Tim satgas PPKS Untirta sesuai dengan syarat dari kementrian tentang  sarana dan prasarana sebuah gedung kampus yang aman dari kekerasan seksual, yaitu tidak ada akses tertutup pada ujung lorong gedung, dilalui orang banyak, pencahayaan terang, pengawasan secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain dan cctv terlaksana. Sangat aman dan bisa menjaga kerahasiaan pelapor atau terlapor yang datang atau dipanggil oleh tim dalam sebuah kasus.

Sekretariat dipilih dan diputuskan berada di gedung paling depan dari gerbang kampus, dibawah mesjid kampus, satu lantai bersama tempat wudhu dan toilet mesjid,  disamping student center Untirta, di lantai atas  bank BNI dan pusat kegiatan administratif Untirta. 

(https://www.instagram.com/reel/C7q3RXwpM9h/?igsh=dDdzbm84aTF0MGdh).

 

Mobil Dinas Tim Satgas PPKS Untirta

Fasilitas kedua adalah diberikannya operasional mobil satgas PPKS Untirta. Mobil khusus didesain luar dengan gambar dan logo pencegahan dan penanganan kekerasan seksua. Mobil dinas tim juga berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi PPKS di internal Untirta maupun di luar Untirta. Mobil dinas digunakan untuk proses penanganan kasus, juga kunjungan-kunjungan formal keberbagai instansi atau universitas di Banten.

Anggaran Operasional Satgas

Keberhasilan integritas dengan pihak kampus juga dengan alokasi anggaran pertahun untuk satgas PPKS untirta dalam melaksanakan peran dan fungsinya, hingga mencapai angka tiga ratus juta rupiah sebagai fasilitas ketiga. Dukungan finansial memudahkan gerak pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Untirta, sesuai dengan pedoman dari kementrian bahwa biaya yang timbul terhadap sebuah laporan kasus, ditanggung oleh perguruan tinggi. Dengan total 22 kasus yang telah kami tangani, diantaranya membutuhkan ahli bahasa bagi kasus kekerasan seksual berbasis gender online di aplikasi Whatsapp grup, assesment dari psikolog untuk kasus kekerasan seksual atas laporan tindakan oral seks, dan lainnya. Di bawah ini merupakan infografis layanan yang diterima oleh pelapor (https://drive.google.com/file/d/1h2bDnHGr1Q9WUaaCHUonlMfjmJadgh-j/view?usp=sharing).

Anggaran juga digunakan untuk penguatan internal tim dengan menghadirkan narasumber-narasumber seperti workshop yang diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2023, seperti pada gambar di bawah ini. Penguatan internal tim satgas lainnya adalah bench marking ke UPI (universitas Pendidikan Indonesia) Bandung. Beberapa poin penting yang diperoleh adalah tentang penyusunan laporan buku tahunan, penanganan kasus PPKS antar universitas, dan pendayagunaan organisasi mahasiswa sebagai tombak utama.

 

Gerakan Bersama Seluruh Komponen Kampus

Gerakan bersama seluruh komponen kampus merupakan harmonisasi dan sinergitas antara pihak internal kampus seperti pimpinan fakultas/dekan/dekanat/kaprodi, Humas, UPABK, ormawa, DWP, dan Duta universitas/Fakultas. Gerakan ini Sudah berjalan 1 periode (2 tahun) dan terus tumbuh dan berkembang.

  1. Humas Untirta sebagai tim satgas PPKS

Salah satu tim lulus seleksi dan sesuai kriteria pemetaan atas analisis kebutuhan anggota tim Satgas PPKS Untirta diantaranya adalah Dian Vero Faradisa. Tendik yang menjabat ketua humas Untirta, dan mewakili Untirta mengikuti IGA (Indonesia GPR Award) dan meraih silver winner dengan tema PPKS di Untirta

Integrasi ppks dengan universitas juga berlaku pada media teknologi sebgai penyebaran informasi dan pengaduan. Salah satu diantaranya pengaduan terpadu Untirta lewat Sultan Untirta,  portal akademik untirta dan media sosial PPKS dengan official humas untirta. Diantara contoh bentuk fungsi integrasi dengan offical humas Untirta adalah sebagai berikut:

  • Pelibatan ormawa, mahsiswa sangat penting dalam rangka  pengungkapan kasus kekersaan seksual di kampis dan menciptakan kampus yang ramah dan aman dari kekerasan seksual (Khafsoh, 2021)
  • Kolaborasi mitra
  • “Lindungi Diri, Lindungi Bersama”
  • Pemateri sosialisasi
  • MOU dengan mitra lainnya yang terkait dengan tupoksi Satgas: Polres, Polda, LBH, Asosiasi Psikolog, Ahli Forensik, Dokter Forensik, Dinas Sosial, dll..
  • Mitra penelitian
  • Siap sedia dalam penguji penelitian tema PPKS
  • Formulir dan surat pengantar pengajuan permintaan data penelitian
  • Mengusulkan masuk ke dalam kurikulum sebagai matkul dasar setara dengan agama, tetapi baru berhasil masuk ke dalam mata kuliah (masuk ke dalam materi kekerasan seksual, misal: Teori Komunikasi)
  • Mengadakan bench marking ke beberapa universitas lainnya, di antaranya UPI
  • Lindungi Diri
  • Sama-sama bergerak dengan Satgas lain di Provinsi Banten.
  1. Kolaborasi dalam Pelaksanaan
  • Pihak yang Terlibat: Jelaskan siapa saja pihak eksternal yang terlibat dalam praktik baik (misalnya LSM, universitas, atau pemerintah).
  • Peran Masing-Masing Pihak: Rincikan peran masing-masing pihak dalam pelaksanaan praktik ini. Misalnya, bagaimana guru dan orang tua bekerja sama, atau bagaimana sekolah memanfaatkan sumber daya dari komunitas atau organisasi eksternal.
  • Manfaat Kolaborasi: Jelaskan bagaimana kolaborasi ini memperkuat atau mempermudah pelaksanaan praktik baik. Sertakan contoh konkret bagaimana kolaborasi ini memberikan dampak positif.
  • Contoh: “Kolaborasi antara sekolah dan komunitas lokal dalam program literasi ini memungkinkan siswa untuk belajar langsung dari praktisi lapangan, yang tidak hanya memperkaya pengalaman belajar mereka tetapi juga mempererat hubungan antara sekolah dan masyarakat.”
  • Kolaborasi sering kali menjadi kunci keberhasilan dalam pelaksanaan praktik baik, karena melibatkan berbagai pihak yang saling mendukung dan berbagi sumber daya serta keahlian. Menyoroti aspek kolaborasi ini dalam artikel akan memberikan pandangan yang lebih komprehensif dan menunjukkan betapa pentingnya kerja sama.

UPABK (unit pelayanan Bimbingan Konseling) adalah satu unit lainnya yang terbentuk bersama PPKS dalam rangka mewujudkan healty kampus. Bentuk kerjasama yang sudah berlangsung adalah assesment psikologis internal, dan penanganan serta pemulihan psikologis terlapor maupun pelapor, dan sosialisasi bersama. Berikut adalah sosialisasi integrasi antara satgas PPKS dan UPABK pada mahasiswa baru FKIP Prodi BK (bimbingan konseling)

Hasil atau Dampak

  • Jelaskan hasil atau dampak positif dari praktik ini terhadap siswa, guru, atau komunitas sekolah.
  • Sertakan data atau bukti konkret jika ada, seperti peningkatan nilai, partisipasi siswa, atau testimoni dari pihak yang terlibat.
  • Contoh: “Setelah menerapkan metode pembelajaran interaktif ini, 85% siswa menunjukkan peningkatan dalam hasil ulangan matematika mereka.”
  • “Lindungi Diri Lindungi Bersama: Efektivitas Lintas Stakeholder dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual”
  • Efektivitas Lintas Stakeholder dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dalam upaya Lindungi Diri dan Lindungi Bersama secara efektif dapat diperoleh dengan cara penguatan internal dalam tim yang dibentuk berdasarkan formasi kebutuhan 7 fakultas dengan 48 prodi ( Daftar Prodi 2023 – PMB UNTIRTA ) dan pascasarjana melalui keterwakilan tiap fakultas dan pascasarjana dalam formasi tim.
  • Dukungan kerjasama ynag disahkan mellaui pakta integritas bersam dekan, rektor dan ketua satgas PPKS memudahkan dalam upaya penanganan dan
  • Tim Satgas

    Tantangan dan Solusi
    Tantangan

  • Menjaga semangat dan komitmen merupakan dua hal yang paling sulit dilaksanakan. Baik pada internal tim satgas ppks, maupun tim satgas ppks dengan internal kampus dan pihak eksternal. Kesibukan masing-masing, program kerja tim satgas PPKS dan stakeholders membuat lupa untuk memelihara hubungan baik baik secara formal maupun informal.
  • Karakter kasus yang berbeda menuntut penyelesaian yang berbeda. Misal dalam 2 tahun keberadaan atgas, kita sekali melibatkan ahli bahasa, 3 kali polda, 3 kali polres, 4 psikolog, 1 kali UPABK, 1 kali dokter forensik, 3  kali pengacara, 2 kali komnas perlindungan perempuan dan anak (PPA) cilegon 1 kasus. Komitmen masing-masing pihak, terutama pihak internal kampus untuk sama-sama melindungi diri warga fakultasnya agar tercipta perlindungan bersama warga universitas, menjadi sulit untuk konsisten berprogress.Komitmen yang diawali dengan perkenalan dan sosialisasi tim satgas dan PPKS di mulai dari dekanat, dosen, tendik, mahasiswa, dan dharmawanita fakultas, penyerahan Banner di tiap fakultas, pernyataan bersama untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual dengan membuat video yang diupload di instagram PPKS, penyebaran materi-materi pencegahan, dan informasi yang terus di update di instagram satgas PPKS nyatanya tidak membuat cukup menjadi lanadasan kerjasama anatara satgas PPKS Untirta dengan stakeholder internal kampus.
  • Secara adminstratif satgas PPKS untirta belum menjadi unit, sehingga belum memiliki staf yang ditempatkan untuk mengurusi sekretariat maupun keuangan. Ganda pekerjaan tim satgas yang harus merangkap juga sebagai pelaksana fungsi sekretariat dan keuangan sanagt menyulitkan dalam pelaksanaan dokumentasi dan kerapihan formal surta menyurat dan laporan-laporan, misal laporan 6 bulanan, dan keuangan.

    Solusi
  • Diperlukan penguatan kembali secara berkala dan terarah baik dari komunikasi formal maupun non formal melalui silaturahmi mengunjungi unit-unit atau fakultas atau mengadakan workshop/seminar/pelatihan/penelitian bersama, sebagai upaya penguatan dan implikasi dari pakta integritas yang telah dibuat dan disepakati.
  • Saling melibatkan diri dalam pertukaran-pertukaran program kerja, misalnya mengundang sebagai peserta, maupun pemateri dalam kegiatan stakeholders

Kesimpulan

Sinergitas dengan stakeholders/para pemangku kepentingan tidak mudah terbentuk harmonisasinya. Pun dengan kelengkapan pihak-pihak internal dan eksternal yang diinginkan untuk menjadi partner. Namun, keberhasilan dari sinergitas dan harmonisasi ini mampu membuat pencegahan kekerasan seksual efektif, baik dengan tersedianya segmen massa sosialisasi, pemateri, maupun mitra sebagai tobak pelkasana dalam penanganan kasus, sehingga dapat dilakukan secara massive, cepat, dan tepat.

23 tim satgas ppks, denagn 29.000 jiwa internal untira, 7 fakultas, 1 pascasarjana, dan 5 lokasi kampus, akan menjadi berat ketika 1 kasus ditangani oleh 3 penanggung jawab.  Efektivitas akan lebih cepat dan ringan dicapai jika Lintas Stakeholder dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual memiliki kesadaran, membuat tindakan dan melakukan perlindungan diri agar tidak menjadi pelalu maupun korban. Hasilnya adalah perlindungan bersama atas tindak kekerasan seksual, dan terciptalah kampus yang aman dan ramah dari kekerasan seksual. Menjadi pelapor dan terbukti laporannya, berarti dia adalah korban. Menjadi terlapor dan terbukti laporannya, berarti dia adalah pelaku.

Satu kasus yang ditangani adalah melihat korban berhadapan dengan pelaku di pengadilan. Pelaku duduk di kursi terdakwa mendengarkan dakwaan dari jaksa, menjadi pusat pandang dan buah bibir langsung dipengadilan oleh orang-orang yang datang melihat berlangsungnya proses peradilan. Pihak keluarga korban yang mencaci maki, media yang memblow up perilaku kekerasan seksualnya, LSM yang berdiri tegak dibelakang korban, spanduk dan karangan bunga yang berisi kalimat mencaci pelaku. Tidak satupun keluarga pelaku yang hadir karena tidak kuat mendapat tekanan mental dan kata-kata kasar yang ditujukan kepada pelaku maupun kepada mereka sebagai keluarga pelaku, bahkan ditempat kerja dan rumah keluarga pelaku diasingkan, diidiskriminasi, dan diabaikan sebagai sanksi sosial atas tindakan kekerasan seksual yang dilakukan pelaku. Berita tentang kasus ini terekam secara digital dengan sifat massive dan tak lekangnya. Seorang pemerkosa, dan epalku kejahatan seksual yang menyebarkan dan dijerat dengan undang-undang ITE hukuman 6 tahun penjara. Juga diberhentikan dari kampus. Masa depan apa yang sedang menanti pelaku?

Di sisi korban, ia duduk di bagian kursi paling depan diantara barisan kursi yang berjejr di dalam ruang sidang. Korban duduk dnegan banyak di dukung oleh pihak keluarga, teman, sahabat, aliansi, LSM, dan lainnya. Korban terus menangis, lelah, lemas, dan pingsan berkali-kali, meski dukungan selalu dan terus mengalir sepanjang proses peradilan. Masa depan apa yang tengan menanti korban dengan sakit mental dan psikis demikian?

Mencegah posisi sebagai korban dan pelaku adalah lebih baik. Melindungi diri dari kekerasan seksual, artinya tidak akan pernah ada pelkau dan korban kekerasan seksual. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman-pemahaman akan pencegahan perilaku kekrasa seksual melalui materi-materi yang diberikan stakeholders, dan juga aksi-aksi lainnya yang dilakukan mandiri, maupun terintegrasi. Dengan demikian, setiap orang mencegah dirinya, dan setiap orang bersama mencegah diri dan sesamanya lebih cepat terwujud.

Stakeholders utama internal adalah rektor, jajaran fakultas, dan jajaran unit. Kebijakan dalam kampus dipegang, maka pencegahan dan penanganan kasus menjadi mudah, cepat dan tepat, karena diabwahnya akan mengikuti kebijakan yang berlaku, misal mahsasiswa, dan warga kampus. Hal yang dilakukan adalah dengan laporan rutin, dan komunikasi rutin, baik formal amupun non formal seperti workshop bersama seluruh unsur kampus, silaturahmi mengunjungi berbagai fakultas dan unit, maupun penguatan pemahaman PPKS melalui kegiatan sosialisasi.

Stake holders berikutnya tentu saja dari pihak eksternal yang terkait dengan kebutuhan PPKS. kerjasama, komunikasi, dan interaksi yang bisa dilakukan adalah dengan MoU dan PKS (Perjanjian Kerjasama), yang dibakut dengan komunikasi formal dan formal seperti bench marking, saling mengunjungi, saling mengundang sebagai pemateri, dan melaksanakan program bareng seperti pengabdian/workshop/pelatihan/seminar/lomba PPKS.

Rekomendasi

Mendapatkan kampus dengan iklim aman dari kekerasan seksual berarti 5 komponen yang terdiri dari dosen, tendik, mahasiswa, warga kampus, dan masyarakat luar telah mampu melindungi diri dan melindungi Bersama. Kondisi tersebut menjadi bukti efektivitas Lintas Stakeholder/pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal kampus dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Langkah awal dan utama harus dimulai dengan pemahaman bersama dan yang sama antara rektor sebagai pemimpin tertinggi dengan tim satgas PPKS. dari yang pertama ini kemudian harmoni dan integrasi di internal kampus yang melibatkan dekanat, ormawa, mahsiswa, tendik, dosen, warga kampus, dll menjadi sangat mudah melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh rektor maupun satgas PPKS atas dukungan rektor yang memilikikekuatan hukum mengikat dan berlaku pada satu kampus. Kunci penguatan kampus termasuk penguatan internal tim satgas PPKS sendiri telah terbuka lebar.

Langkah kedua adalah ikat seluruh fakultas dan unit internal yan mendukung dan dapat mempermudah peran dan fungsi satgas PPKS. di Untirta sendiri dianatranya dekan/dekanat, UPABK, Pusdainfo, humas Untirta.

Ajakan atau Panggilan Aksi

  • Lindungi Diri Lindungi Bersama: Manfaatkan dan Optimalkan Efektivitas Lintas Stakeholder internal dan eksternal kampus dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Karena bersama lebih baik daripada sendirian, bersama lebih murah daripada sendirian, bersama lebih ringan daripada sendirian, bersama lebih mudah dalam melakukan pencegahan, dan Pencegahan lebih baik daripada penanganan. Pencegahan lebih mudah dari penanganan. Pencegahan lebih murah daripada penanganan. Pencegahan lebih tidak memiliki resiko daripada penanganan. untuk menciptakan kampus yang ramah dan aman dari kekerasan seksual, diperlukan upaya integral, baik dari komitmen kepemimpinan, kinerja masing-masing unit, maupun kesadaran masyarakat di lingkungan kampus (Marfuah, dkk. 2021)
  • Korban dan pelaku tidak memiliki tempat satu lebih baik daripada yang lainnya, kedua posisi tersebut harus tidak ada yang memilikinya. Pilihan lindungi diri dan untuk melindungi bersama, menjadi akan efektif dengan kolaborasi para pemangku kepentingan yang memiliki/pemegang jabatan struktural dari rektor hingga ketua unit dari lima komponen, dosen, tendik, mahasiswa, warga kampus, dan masyarakat luar

Referensi atau Sumber

  • Usfiyatul Marfu’ah, Usfiyatul, dkk. 2021. Sistem Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus UIN Walisongo Semarang. Journal of Gender Study, volume 11 no. 1, 95-106. UIN Walisongo Semarang
  • Ramadiani, Anisa Intan, dkk. 2022. Pelibatan Mahasiswa dalam Advokasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan seksual Pendidikan Tinggi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ
  • Khafson, Nur Afni. 2021. Pemahaman mahsiswa terhadap bentuk, proses, dan pandangan penanganan seksual di kampus. Jurnal Perempuan, Agama dan Jender, 20 (1). pp. 61-75. ISSN (p-ISSN: 1412-6095|e-ISSN: 2407-1587. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Penulis: Nina Yuliana – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

wpChatIcon
wpChatIcon