Perguruan tinggi merupakan tempat di mana mahasiswa mempersiapkan diri untuk kehidupan profesional dengan membentuk identitas dan nilai-nilai sosial yang akan dibawa ke dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, lingkungan Perguruan Tinggi juga tidak terlepas dari berbagai tantangan, salah satunya isu kekerasan seksual (Franciscus Xaverius Wartoyo & Yuni Priskila Ginting, 2023). Menurut data dari Komnas Perempuan, korban kasus kekerasan seksual sebagaian besar dialami oleh perempuan dan angka ini terus meningkat sejak 2019 (Wulandari et al., 2024). Peningkatan jumlah tersebut menjadi tantangan yang besar di perguruan tinggi terutama di Institut Teknologi Kalimantan.
Institut Teknologi Kalimantan merupakan kampus yang memiliki komitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademika. Namun, maraknya isu kekerasan seksual menunjukkan bahwa ITK perlu terus meningkatkan upaya dalam mengatasi masalah ini. Kemendikbud menerangkan bahwa per Juli 2023, terjadi sebanyak 65 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Ini merupakan bukti yang nyata bahwa kampus bukan salah satu tempat yang bebas dari tindak kekerasan seksual (Bintang et al., 2024). Secara umum, faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual adalah budaya patriarti yang kuat, adanya ketidakseimbangan dalam hubungan kekuasaan (misalnya hubungan antara dosen dengan mahasiswa atau kakak tingkat dengan adek tingkat), budaya victim blaming, kurangnya pemahaman mahasiswa mengenai kekerasan seksual, dan sikap korban yang enggan melapor (Elindawati, 2021; Irfawandi et al., 2023; Makin, 2023; Maulinda et al., 2024). Faktor-faktor tersebut sering kali terjadi di kalangan civitas akademika. Hal tersebut bisa terjadi secara verbal maupun nonverbal.
Kekerasan seksual yang terjadi dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental korban. Ada dua aspek utama dalam memahami kekerasan seksual, yaitu aspek pemaksaan dan aspek kurangnya persetujuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan kerugian bagi korban (Marfu’ah et al., 2021). Kedua aspek ini menyebabkan kerugian yang besar bagi korban, baik dampak berupa trauma atau dampak fisik yang berkepanjangan. Selain itu, adanya rasa takut dan stigma sosial yang muncul kerap kali membuat para korban enggan untuk melaporkan insiden yang mereka alami. Ditambah lagi, minimnya kesadaran dan pemahaman di kalangan mahasiswa mengenai pentingnya melindungi diri sendiri dan teman-teman sejawat memperburuk situasi ini (Saudah et al., 2024). Akhirnya, mahasiswa yang menjadi korban kekerasan seksual merasa malu dan terisolasi, sehingga mereka kesulitan untuk mencari bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan, sementara pelaku kekerasan seksual bisa terus mengulangi perbuatan mereka tanpa mendapatkan sanksi apapun. Dampak dari bahaya kekerasan seksual ini nyatanya masih minim diketahui oleh mahasiswa. Oleh karena itu, perlu ada upaya lebih lanjut dalam edukasi dan sosialisasi agar mahasiswa dapat lebih memahami konsekuensi dari kekerasan seksual serta mengetahui cara melaporkan dan mencari dukungan yang tepat .
Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya pendekatan yang tidak hanya informatif, tetapi juga dapat membangun solidaritas antar mahasiswa. Pendekatan yang dimaksud disebut peer-to-peer approach. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang melibatkan teman sebaya dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk meningkatkan kesadaran terutama berkaitan dengan bahaya kekerasan seksual. Melalui pendekatan ini, mahasiswa belajar bersama dalam suasana yang nyaman dan terbuka tanpa menghakimi. Sinergi bersama teman sebaya merupakan salah satu praktik baik untuk memberdayakan mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran bahaya kekerasan seksual untuk menciptakan lingkungan kampus yang suportif. Melalui peer-to-peer approach, mahasiswa dapat membangun dan memperluas jaringan dukungan antar mahasiswa yang memungkinkan mereka kedepannya bisa saling mendukung dan melindungi.
Program peer-to-peer approach diterapkan di Institut Teknologi Kalimantan dengan mengajak mahasiswa berpartisipasi aktif menjadi agen perubahan yang menyebarluaskan pengetahuan dan kesadaran mengenai kekerasan seksual. Tim PPKS ITK berkolaborasi bersama Kementrian Kesehateraan Mahasiswa, Kabinet Rekonstruksi, Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan. Organisasi ini merupakan organisasi mahasiswa di Institut Teknologi Kalimantan atau disingkat dengan KM ITK. Kolaborasi ini bertujuan untuk merancang berbagai kegiatan edukatif yang menarik dengan memberikan pemahaman yang mendalam tentang apa itu kekerasan seksual, dampaknya, serta cara pencegahan dan penanganannya melalui sosialisasi, talk show, seminar dan kegiatan lainnya. Melalui kolaborasi ini, berbagai kegiatan dirancang untuk bersama-sama menghadapi isu kekerasan seksual yang sering sekali terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa berbagi pengetahuan melalui diskusi dan kegiatan sosialisasi untuk mengenali jenis, tanda, dampak, langkah pencegahan, serta cara pelaporan apabila diri sendiri atau teman-teman ada yang mengalami kekerasan seksual. Kegiatan ini diharapkan tidak hanya memperluas pengetahuan dan kesadaran, tetapi juga mendorong tindakan nyata dari semua pihak untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus (Iriawan et al., 2024). Selain peningkatan pengetahuan, kolaborasi ini juga dapat menjadi penguatan jaringan dukungan antar mahasiswa. Dengan melibatkan mahasiswa dalam kegiatan peer-to-peer, mereka tidak hanya belajar tentang isu kekerasan seksual, tetapi juga membangun hubungan yang lebih erat dengan sesama mahasiswa. Jaringan ini menciptakan lingkungan di mana mahasiswa merasa lebih aman untuk berbagi pengalaman dan saling mendukung, sehingga meningkatkan rasa kebersamaan dan solidaritas di kampus. Keberadaan jaringan dukungan ini sangat penting, terutama bagi mereka yang mungkin pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan seksual. Dengan adanya teman-teman yang siap mendengarkan dan memberikan dukungan, mahasiswa dapat lebih mudah mengatasi stigma dan rasa malu yang sering menyertai pengalaman tersebut.
Beberapa kegiatan yang sudah dijalankan di Institut Teknologi Kalimantan (ITK) dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai kekerasan seksual. Kegiatan ini dimulai dengan survei iklim kampus yang dikirim melalui Google Form kepada seluruh civitas akademika, termasuk dosen, mahasiswa, dan tendik. Tujuan dari survei ini adalah untuk mengukur kesadaran, pemahaman, dan pengalaman civitas tentang kekerasan seksual di lingkungan kampus. Berbagai topik, seperti pengalaman pribadi dan pengetahuan terkait kekerasan seksual yang berkaitan dengan pelaporan insiden, dimasukkan dalam formulir survei yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang relevan. Dalam formulir tersebut, mahasiswa diberikan kesempatan untuk menjawab serangkaian pertanyaan, seperti apakah mereka pernah menyaksikan atau mengalami kejadian tidak pantas, merasa tidak nyaman karena perilaku seseorang di lingkungan kampus, atau mendengar laporan dari rekan-rekan mereka terkait kekerasan seksual. Setiap pertanyaan dirancang agar mahasiswa dapat berbagi informasi secara bebas tanpa tekanan, sehingga memungkinkan kampus untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi. Formulir yang disebarkan juga dirancang untuk mengumpulkan informasi secara anonim. Keanoniman ini penting karena banyak korban kekerasan seksual merasa ragu atau takut untuk melaporkan insiden tersebut karena stigma sosial, rasa malu, atau ketakutan akan konsekuensi negatif, termasuk dihakimi oleh orang-orang di sekitar mereka. Hasil dari survei ini dapat menjadi dasar untuk membuat kebijakan yang lebih tepat sasaran. Selain itu, survei ini berfungsi sebagai alat untuk mendorong seluruh civitas akademika untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan kampus yang lebih aman di mana kekerasan seksual menjadi masalah yang dibicarakan secara terbuka dan bukannya ancaman yang diabaikan. Survei ini akan membantu kampus memahami situasi saat ini dan membantu membangun program lanjutan yang memenuhi kebutuhan dan kekhawatiran civitas akademika.
Seminar Health Care
Kegiatan yang dilakukan bersama Keluarga Mahasiswa (KM) ITK juga beragam dan mencakup berbagai aspek untuk meningkatkan kesadaran mengenai kekerasan seksual. Kegiatan pertama adalah penyelenggaraan seminar Health Care. Tujuan dari seminar ini adalah untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental sebagai cara proaktif untuk mencegah kekerasan seksual.

Materi yang disampaikan dalam seminar ini mencakup berbagai hal, seperti bagaimana menjaga keseimbangan mental di tengah tekanan akademik, bagaimana menangani situasi yang dapat menyebabkan gangguan mental, dan bagaimana mengatasi situasi yang dapat menyebabkan gangguan mental, apa saja masalah yang sering sekali dialami oleh generasi Z, faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang, dan cara meningkatkan kesehatan mental. Narasumber kegiatan ini adalah seorang psikolog yang memiliki keahlian mendalam di bidangnya. Setelah narasumber memberikan presentasi materi, mahasiswa diajak untuk berbicara tentang topik secara mendalam. Mahasiswa memiliki kesempatan untuk berbicara tentang masalah kekerasan seksual dan berbagi pandangan dan pengalaman mereka. Melalui interaksi ini, mahasiswa tidak hanya memperoleh pemahaman yang lebih baik, tetapi mereka juga berpartisipasi secara aktif dalam mencari solusi dan mencegah masalah. Berikut dokumentasi kegiatan ini.
Seminar PPKS
Kegiatan selanjutnya adalah seminar PPKS. Seminar ini dirancang khusus untuk civitas akademika yang terindikasi sebagai korban kekerasan seksual. Tujuan seminar ini adalah untuk memberikan mereka pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah tersebut dan memberikan mereka pengetahuan yang diperlukan. Topik pembahasan kegiatan ini adalah mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual, cara menanggulangi kekerasan seksual, dan bagaimana korban menyikapi kekerasan seksual. Berikut dokumentasi dari kegiatan ini.
Pada kegiatan ini, peserta dikenalkan dengan berbagai jenis kekerasan seksual yang mungkin terjadi baik di dalam maupun di luar kampus. Ini termasuk pelecehan fisik dan verbal serta jenis kekerasan non-fisik seperti ancaman dan intimidasi, yang seringkali tidak disadari sebagai kekerasan. Berikut dokumentasi kegiatan ini.
Sinergi dengan Kepolisian
Kolaborasi lanjutan dilakukan dengan polda kaltim dalam kegiatan “Sinergitas Kepolisian dan Perguruan Tinggi dalam Pencegahan dan Penanggulan Kekerasan Seksual”. Kegiatan ini menghadirkan psikolog dan kepala PPA Balikpapan sebagai narasumber utama, yang memberikan pemahaman mendalam mengenai dampak psikologis kekerasan seksual serta cara-cara yang dapat dilakukan untuk memberikan dukungan psikologis kepada korban. Selain itu, peran psikolog dalam kegiatan ini sangat penting karena memberikan penjelasan tentang pentingnya penyembuhan trauma bagi korban dan bagaimana civitas akademika dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman, perhatian, dan mendukung bagi mereka yang membutuhkan bantuan. Berikut dokumentasi kegiatan tersebut.

Health Talk Tuberkulosis dan HIV-AIDS
Kolaborasi lain yang telah dilakukan bersama Keluarga Mahasiswa (KM ITK) adalah sinergi dengan Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT). Kegiatan ini bertema “Health Talk Tuberkulosis dan HIV-AIDS”. Narasumber kegiatan ini adalah seorang dokter berepangalaman dalam bidang Kesehatan. Dalam pemaparannya, narasumber menjelaskan tentang tuberkulosis (TB) dan HIV-AIDS, termasuk cara penularan, gejala, dan cara mencegah penularan. Peserta kegiatan ini adalah dosen, tendik, dan mahasiswa. Peserta diberi pemahaman tentang risiko yang terkait dengan kedua penyakit ini dan pentingnya diagnosis dan pengobatan yang tepat sejak awal. Kegiatan ini dimulai dengan game interaktif yang bertujuan untuk mengukur dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang Tuberkulosis dan HIV-AIDS. Dengan cara yang menarik dan edukatif, game ini berhasil menarik perhatian peserta dan mendorong mereka untuk memahami lebih banyak informasi medis yang sering dianggap berat atau rumit. Setelah permainan selesai, ahli kesehatan memberikan pemaparan lebih lanjut tentang cara-cara penularan virus dan tanda-tanda awal yang harus diperhatikan. Selain itu, para ahli menekankan hubungan antara Tuberkulosis dan HIV-AIDS karena individu yang terinfeksi HIV memiliki sistem kekebalan tubuh yang melemah yang menyebabkan mereka berisiko lebih tinggi terkena Tuberkulosis. Selama sesi interaktif ini, peserta memiliki kesempatan untuk bertanya langsung kepada narasumber untuk mendapatkan informasi yang lebih mudah dipahami dan berguna. Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kesadaran tentang tuberkulosis dan HIV-AIDS, tetapi juga mendorong siswa untuk lebih peduli terhadap kesehatan diri sendiri dan lingkungan.

Kegiatan berikutnya adalah dalam kegiatan “Spin Etam” yang ditujukan untuk mahasiswa baru Institut Teknologi Kalimantan. Kegiatan ini khusus untuk mahasiswa baru dan dirancang dengan cara yang santai dan informal. Tujuan utama Spin Etam adalah untuk membuat mahasiswa baru merasa lebih terbuka untuk berbicara tentang berbagai topik sensitif, termasuk kekerasan seksual. Kegiatan ini, yang dilakukan dengan cara yang ramah dan inklusif, tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mengajar tetapi juga berfungsi sebagai tempat untuk membangun hubungan sosial yang kuat antara mahasiswa baru dan senior. Spin Etam berfokus pada memberikan edukasi menyeluruh tentang kekerasan seksual. Berbagai jenis kekerasan seksual dikenalkan kepada mahasiswa baru, termasuk pelecehan fisik dan verbal, serta tindakan yang dapat menyebabkan kekerasan seksual yang sering diabaikan atau tidak disadari. Selain itu, siswa diberi pengetahuan tentang hak-hak mereka dalam kasus kekerasan seksual dan tindakan apa yang dapat mereka ambil dalam kasus di mana mereka atau teman-teman mereka berada dalam situasi berbahaya.
Sinergi yang melibatkan pihak-pihak eksternal ini tidak lepas dari kerja sama dengan Keluarga Mahasiswa ITK yang berperan sebagai agen penggerak. Program-program ini dapat dijalankan karena Keluarga Mahasiswa ITK memiliki relasi yang luas, sehingga yang memungkinkan mereka menjalin hubungan strategis dengan berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swasta. Dengan bekerja sama dengan KM ITK, satgas PPKS ITK dapat memperoleh akses ke sumber daya yang lebih besar, baik dalam bentuk keahlian, tenaga profesional, maupun pendanaan, yang sangat membantu dalam mewujudkan program-program yang berfokus pada kesehatan, kesejahteraan, dan keamanan mahasiswa. Sebagai perwakilan mahasiswa, Keluarga Mahasiswa memiliki tanggung jawab tidak hanya untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhan mahasiswa kepada pihak kampus, tetapi juga untuk menjalin hubungan strategis dengan lembaga-lembaga eksternal seperti instansi pemerintah, perusahaan, serta tenaga ahli di berbagai bidang. Lebih dari itu, Keluarga Mahasiswa juga dapat berperan sebagai agen perubahan yang memperkuat solidaritas antar mahasiswa. Mereka dapat membangun komunikasi yang lebih erat di antara berbagai komunitas di kampus, sehingga mahasiswa merasa didengar dan didukung dalam berbagai aspek kehidupan akademis maupun non-akademis. Dengan menjadi penghubung yang efektif, Keluarga Mahasiswa membantu menciptakan ekosistem kampus yang lebih terpadu.
Berbagai bentuk kegiatan praktik baik yang dilakukan oleh satgas PPKS ITK dengan berkolaborasi bersama Keluarga Mahasiswa ITK telah menciptakan program-program inovatif yang berdampak langsung pada peningkatan kesadaran dan pemahaman mahasiswa mengenai isu kekerasan seksual. Tujuan dilaksanakankannya praktik baik dari satgas PPKS ITK dengan kolaborasi bersama Keluarga Mahasiswa ITK ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman civitas akademika tentang berbagai jenis kekerasan seksual serta dampaknya. Melalui pendekatan peer-to-peer, satgas PPKS, bersama Keluarga Mahasiswa, dapat secara efektif menyampaikan informasi yang membuat mahasiswa merasa lebih terbuka dan nyaman dalam membicarakan isu kekerasan seksual. Pendekatan ini menciptakan ruang aman di mana mahasiswa dapat berbagi pengalaman tanpa stigma, sekaligus memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk berpartisipasi aktif dalam mencegah dan menangani masalah ini di lingkungan kampus, sehingga terbangun lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua.
Strategi yang dilakukan dalam praktik baik ini adalah dengan kolaborasi dan sinergi bersama beberapa pihak eksternal agar dapat memperluas jangkauan dan dampak dari program edukasi mengenai kekerasan seksual. Melalui kerjasama ini, satgas PPKS ITK dapat memanfaatkan sumber daya dan keahlian yang beragam untuk menciptakan materi yang lebih mendalam. Keterlibatan siswa sebagai duta perubahan sangat penting karena mereka memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi dengan cara yang lebih relevan dan mendekatkan masalah ini kepada teman-teman mereka.
Hasil dari praktik kolaborasi yang dilakukan menunjukkan peningkatan signifikan dalam pengetahuan dan kesadaran mengenai isu kekerasan seksual di lingkungan kampus. Banyak mahasiswa dan karyawan tidak tahu tentang prosedur pelaporan atau layanan dukungan yang tersedia di ITK sebelum kolaborasi. Namun, Kerja sama ini meningkatkan pengetahuan civitas akademika tentang isu kekerasan seksual, terutama dalam alur pelaporan kekerasan seksual. Melalui alur pelaporan yang jelas, civitas akademika kini memiliki pemahaman yang lebih baik tentang langkah-langkah yang perlu diambil jika mereka atau seseorang yang mereka kenal mengalami kekerasan seksual. Hal ini mencakup pengetahuan tentang saluran resmi yang tersedia dan prosedur pelaporan. Dengan demikian, civitas akademika merasa lebih percaya diri untuk melaporkan kejadian yang dialami tanpa rasa takut akan stigma atau konsekuensi negatif. Hal ini tidak hanya membantu civitas akademika, tetapi juga membuat kampus menjadi tempat yang lebih responsif dan mendukung kekerasan seksual.
Kegiatan kolaboratif ini berdampak signifikan terhadap peningkatan pengetahuan mengenai isu kekerasan seksual. Meskipun dalam struktur Tim PPKS yang diatur oleh SK terdapat unsur mahasiswa, kolaborasi dengan Keluarga Mahasiswa ITK telah memperluas jangkauan dan efektivitas program. Melalui sinergi ini, mahasiswa lebih aktif terlibat dan mendapatkan informasi yang lebih komprehensif mengenai alur pelaporan dan pencegahan kekerasan seksual.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam kolaborasi ini adalah kesulitan dalam mengukur efektivitas program. Untuk mengatasi hal ini, perlu penyusunan indikator kinerja yang jelas agar program dapat terukur secara tepat. Selain itu, perlunya melakukan survei dan wawancara secara berkala kepada seluruh civitas akademika untuk memperoleh umpan balik mengenai efektivitas program. Umpan balik ini akan memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana program diterima dan diimplementasikan di kampus, serta memberikan dasar untuk penyesuaian strategi guna meningkatkan dampak dan keberhasilan program secara keseluruhan.
Kesimpulan
Kolaborasi tim Satgas PPKS dengan organisasi mahasiswa ITK dapat memperkuat dan memperluas jangkauan informasi mengenai isu kekerasan seksual di lingkungan kampus. Melalui kolaborasi ini, mahasiswa akan lebih terlibat dalam kegiatan pencegahan, mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang alur pelaporan, dan merasa lebih didukung dalam menghadapi isu kekerasan seksual. Selain itu, kerja sama ini dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya, memfasilitasi penyebaran informasi yang lebih luas, dan membangun jaringan dukungan yang kuat kepada seluruh civitas akademika ITK.
Rekomendasi
Rekomendasi yang diberikan dalam program kolaborasi ini adalah untuk mempertahankan hubungan kemitraan yang telah terjalin meskipun struktur Tim PPKS mengalami pergantian anggota. penting untuk memastikan bahwa pencegahan kekerasan seksual tetap menjadi prioritas utama. Disarankan juga agar survei kepada civitas akademika tetap dilakukan secara berkala. Kegiatan ini tidak hanya akan memberikan wawasan yang bermanfaat tentang apa yang dipikirkan dan diketahui civitas akademika tentang kekerasan seksual, tetapi juga akan membantu menemukan bagian program yang perlu diperbaiki. Dengan cara ini, Tim PPKS dapat terus mengubah dan memperbarui rencana berdasarkan umpan balik, memastikan bahwa tindakan pencegahan tetap relevan dan efektif untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan mendukung.
Ajakan dan Panggilan Aksi
Dukungan dan keterlibatan Anda sangat penting. Mari dukung dan teruskan upaya menciptakan kampus yang aman, nyaman, dan bebas kekerasan seksual!. Bergabunglah dalam tim PPKS atau organisasi kegiatan mahasiswa yang peduli terhadap isu kekerasan seksual untuk berkontribusi secara langsung dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Ayo, jadilah agen perubahan yang nyata!
Referensi
Bintang, C., Manurung, M., Ghufriani, D. R., Winata, H., Aria, M., Akbar, T., Exilla, O., Sihombing, R., Pinasti, P., Aini, Q., & Tetrya, S. (2024). Media Hukum Indonesia ( MHI ) Analisis Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus Menurut Perspektif Hukum dan Masyarakat Media Hukum Indonesia ( MHI ). 2(2), 259–265.
Elindawati, R. (2021). Perspektif Feminis dalam Kasus Perempuan sebagai Korban Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. AL-WARDAH: Jurnal Kajian Perempuan, Gender Dan Agama, 15(2), 181–193. https://doi.org/10.46339/al-wardah.xx.xxx
Franciscus Xaverius Wartoyo, & Yuni Priskila Ginting. (2023). Kekerasan Seksual Pada Lingkungan Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Nilai Pancasila. Jurnal Lemhannas RI, 11(1), 29–46. https://doi.org/10.55960/jlri.v11i1.423
Irfawandi, I., Hirwan, I., Aziz, Z. M., Syukur, M., & Arifin, I. (2023). Analisis Jenis Jenis Dan Penyebab Kekerasan Seksual Di Lingkungan Kampus. Jurnal Pendidikan Indonesia, 4(04), 383–392. https://doi.org/10.59141/japendi.v4i04.1747
Iriawan, H., Krismiyati, Handayani, S., & Edyando. (2024). Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus. 3.
Makin, O. R. M. (2023). Karakteristik Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan Keislaman, 3(3), 391–396. https://doi.org/10.55883/jipkis.v3i3.98
Marfu’ah, U., Rofi’ah, S., & Maksun. (2021). Sistem Pencegahan Dan Penanganan KekerasanSeksual Di Kampus. Kafa’ah Journal, 11(1), 95–106. http://kafaah.org/index.php/kafaah/index
Maulinda, T. E., Asbari, M., & Selviana, S. (2024). Membangun Kampus Merdeka : Mencegah dan Mengatasi Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Journal of Information Systems and Management, 03(01), 78–84.
Saudah, N., Lestari, I., Frilasari, H., & Abisin, C. Z. (2024). Pemahaman Pencegahan Perilaku Kekerasan Seksual di Kampus. INNOVATIFE: Journal Of SocialScience Research, 4(2), 8384–8391.
Wulandari, H. D., Handayani, A., & Jamal, A. (2024). Keputusan Pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk Menangani Kasus Kekerasan Seksual (Studi Kasus Universitas Negeri Surabaya). Jurnal Psikologi, 1(3), 14. https://doi.org/10.47134/pjp.v1i3.2462
Penulis: Yustina Fitriani – Institut Teknologi Kalimantan

